Fuad Bawazier, Di Zaman Pak Harto, Pegawai Pajak Tak Seberani Gayus
Bekas Dirjen Pajak era Orde Baru Fuad Bawazier menilai, kasus penggelapan pajak oleh pegawai Ditjen Pajak golongan III A Gayus Tambunaan bisa terjadi karena penggelapan itu dilakukan secara berjamaah. Menurut Fuad, modus seperti itu tidak terjadi pada masa Orde Baru. Berikut petikan wawancara Rakyat Merdeka dengan Fuad Bawazier:
Apakah perilaku mafia pajak saat ini masih sama dengan pada masa Pak Harto?
Pada masa Pak Harto, tidak ada pegawai pajak yang seberani dia (Gayus Tambunan). Mafia pajak pada masa 10 tahun terakhir, sejak masa reformasi hingga kini, saya yakin jauh lebih berani korupsi dibanding pada masa Pak Harto.
Meski pun sekarang ada KPK, tapi mereka tetap lebih pintar bersumbunyi dari KPK. Mereka lebih pintar mencari celah.
Meski kini ada KPK?
Iya, karena para mafia pajak saat ini lebih berhati-hati dan lebih pintar.
Lebih pintar bagaimana?
Salah satu contoh, kini mereka memakai jasa makelar pajak. Sehingga modus operandinya lebih complicated, lebih sulit dilacak karena dilakukan secara tidak langsung, memakai jasa makelar, perantara.
Karena itu, transaksinya menjadi seolah-olah transaksi profesional. Penggunaan jasa makelar ini, sebetulnya adalah salah satu bentuk kehati-hatian para koruptor.
Bagaimana dengan berbagai program Departemen Keuangan terkait reformasi birokrasi?
Pemerintah memang seperti itu, ngomong melakukan gebrakan ini itu. Dikiranya kebocoran duit negara berhenti, oh tidak. Saya yakin, kebocoran duit negara jauh lebih dahsyat di masa Reformasi dibanding masa Orde Baru. Saya yakin itu.
Pada masa sekarang, bolong-bolongnya dimana, kok anda mengatakan penggelapan pajak masih terjadi?
Dalam hal pajak, semakin dikerjasamakan dengan kepolisian dan kejaksaan, maka semakin bocor, semakin nggak beres.
Kenapa bisa begitu?
Karena yang bisa masuk penjara semakin banyak, karena itu mereka menjadi makin tidak takut. Karena semakin banyak instansi yang dilibatkan, maka korupsinya menjadi korupsi berjamaah. Karena korupsinya berjamaah, maka makin mereka tidak takut. Polisi sudah terlibat, jadi aman. Jaksa sudah terlibat, jadi aman.
Jadi salah langkah melibatkan kepolisian dan kejaksaan mengurus pajak?
Ya salah langkah. Seharusnya, bukan kepolisian dan kejaksaan yang dilibatkan, melainkan BPK. Seharusnya BPK dibiarkan masuk ke pajak. Selama ini ‘kan orang-orang Ditjen Pajak menolak dan ketakutan BPK masuk ke pajak. Dari dulu mereka menolak BPK masuk ke pajak. Harusnya BPK dibiarkan masuk, biar orang-orang pajak ketakutan untuk main-main karena pasti diperiksa BPK. Wajib pajak juga akan pikir-pikir untuk main-main kalau BPK masuk, karena tak mau file-nya juga diperiksa BPK. Jadi kalau BPK masuk, orang-orang pajaknya takut, wajib pajak juga takut.
Kalau BPK ikut main?
Ya nggak mungkin, karena orang-orang pajak akan berteriak kalau BPK main. Masih lebih baik membiarkan BPK masuk, daripada mengundang kepolisian dan kejaksaan. Lebih parah polisi dan jaksa mainnya. Selain itu, juga lebih nggak logis, lebih nggak nyambung.
Untuk kasus Gayus, penjelasan sederhananya bagaimana kok bisa Gayus nilep duit Rp24 miliar lebih?
Misalkan, dari transaksi keberatan pajak. Kan ada jumlah pajak yang diperseterukan antara wajib pajak dengan orang pajak. Angkanya bisa sampai ratusan miliar rupiah. Nah, kalau kemudian perseteruan ini melalui proses keberatan dan atau banding perpajakan, para calo-calo ini bisa bermain. Mereka bisa mengatur agar putusan keberatannya memenangkan wajib pajak sehingga dia nggak perlu bayar pajak ratusan miliar, cukup beberapa miliar saja. Nah, sebagian sisanya itulah yang dibagi-bagi oleh para markus yang terdiri dari orang-orang pajak, konsulen pajak maupun orang luar lagi.
Jadi dalam kasus Gayus ini, atasannya pasti ikut main?
Oh iya, banyak yang terlibat. Mungkin yang diterima Gayus hanya Rp25miliar. Tapi yang diterima atasannya, hakim pajak, ada puluhan miliar lagi. Duit Rp25 miliar itu ‘kan hanya bagiannya si Gayus. Belum lagi bagian atasannya, para hakim pajak dan lain-lain.http://www.rakyatmerdeka.co.id/wan/h...Seberani-Gayus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar