"Assalamu'alaikum...WeLcOm3 iN Nisa's BloG....n_n...!"

ReLiGiOn IdoL

ReLiGiOn IdoL

KARA Jumping n Mister

Selasa, 09 April 2013


Terkesan singkat sekali pertemuan kemarin, tiga hari bukankah waktu yang lama? Entah kenapa pertemuan itu terasa seperi roket yang melesat begitu saja, sangat cepat. Selama tiga hari, mulai dari pagi aku menjemputnya hingga malam aku mengantarkannya pulang, seharian kami bersama, bergurau saat aku jalan dengannya, mengelilingi kota dengan senyuman-senyuman yang meledak dari letupan rindu, dan saling bergenggaman hanya untuk meyakinkan kalau pertemuan itu akan ada lagi. Tapi entah kenapa harus ada perpisahan? Aku benci perpisahan, seakan ia malaikat pencabut ‘rasa kebahagiaan’ kami berdua. Entahlah, hatiku kacau tak bisa membedakan antara adil dan tak adil bagi kami yang dipisahkan dengan jarak, mereka yang di sekitarku begitu mudah menemui kekasihnya yang membuat dunia tak adil, menghakimiku. Tapi, rasa adil itu ada ketika pertemuan itu hadir kembali dalam hubungan kami. Karena mereka yang bertemu setiap hari dengan kekasihnya belum tentu merasakan rindu yang sedang kita alami saat ini, tapi perpisahan membuat rasa itu tetap sama saja, tak adil.

Aku tetap merasa aneh pada fikiranku yang selalu berkecamuk pada rindu. Seakan dunia terhenti tanpa kehadirannya, tanpa melihat senyumnya di pagi hari. Aku sadar, jarak yang hadir bukanlah kutukan bagi hubungan kami berdua, tapi Tuhan seakan memperlakukan hubungan kita menjadi semakin rumit mungkin aku melihat dari sisi ‘ketidak bersyukurnya’ aku, namun ketika aku renungkan kembali, aku melihat banyak malaikat membantuku di sini, malaikat yang melahirkan bayangan-bayangan keyakinan dari rindu yang ku panjatkan dalam do’a.

***

Sudah enam bulan lebih pertemuan itu berlalu, terasa lama sekali apabila kita terlalu merasakan ‘kerinduan’, namun akan terasa cepat jika kerinduan itu kita alihkan dengan beberapa kesibukkan-kesibukkan yang positif. Di sisi yang berbeda entah yang dia rasakan sangatlah berbeda dia tak sepertiku yang sibuk bekerja seharian hingga malam justru aku lebih banyak mengambil lembur. Sedangkan kegiatannya hanya kuliah dan tugas, hingga intensitas kerindunya mungkin lebih banyak di dia. Selama sebulan ini entah yang  keberapa kalinya aku berantem dengannya, dia mudah mengeluhkan aku yang sibuk, dia mudah terbawa emosi saat aku telat memberi kabar atau sedikit perhatian yang dia butuhkan seperti apa yang kulakukan dulu, dia terlalu mudah terpancing dengan kerinduannya, alhasil akulah korban keganasan kerinduannya. Mungkin  jika aku tak bersabar menghadapinya tak akan ada cerita ini.

Tiba-tiba aku jadi ingat percakapan kemarin, saat aku telat mengabarinya, langsung saja dia mengirimkan sms kepadaku, mungkin dengan nada sindiran bahkan keluhannya. Percakapan yang panjang, menurutku sih, ini membosankan. Terlalu sinetron, tapi entah kenapa kita sering melakukannya.


            “Aku gapapa kok ditinggalin terus. Terusin aja, lama-lama nanti kebal sendiri dan gak akan rewel lagi kok. Serius”  keluhnya, dengan sms yang ia kirim padaku.
            “Iya, sih gpp ditinggal. tapi tetep aja suka ngeluh ini-itu di jejaring sosial, seakan semua org harus denger kekurangan kita”. Aku membalas dengan tegas. 
            “Lagian kamu juga pengennya aku gak banyak protes dan gak banyak rewel kan?”
            “Kamu emang gak rewel, tapi di belakang, kamu tetep suka ngomongin kita, jejaring sosial itu korban kerewelan kamu. sadar?”
            “Jejaring sosial kan gak ada kamunya, lagian kamu juga deketan sama banyak cewe kan di sana? Satu sama lah”
            "Loh, 'deket sama banyak cewek' itu maksudnya apa? Bisa dong kamu jelasin, aku di sini gak ada deket sama siapa-siapa kok”
            “Nethink kamu udah over dosis tuh”
            “Cuek kamu juga overdosis”
            “Hmmm. Aku cuek? pasti masalahnya dari sini lagi, kamu gak bosan masalahin ini terus, aku sih, iya”
            “Aku sih udah kebal juga sama cueknya kamu. Jadi gak dibahas juga gak masalah. Toh kalau mau ngeluh kamu sibuk juga kamu males kan? ”
            “Ya, aku juga udah kebal sama sifat 'ngeluhnya kamu' toh kita juga bakal ketemu dan mesra-mesraan lagi kan”
            “Seyakin apa bisa nemuin secepetnya? Hobi PHP, sih, iya kamu tuh, sayang”
            “Lho, aku gak pernah ngejanjiin bisa ketemuan. yang aku janjiin; "kita bakal ketemuan kok, kamu yg sabar yaa" itu kataku”
            “Nah 'bakal' nya itu, mending gausah gitu kan jadi gak ngarep akunya. Peka sama aku yang udah lama kamu kenal masih susah ya? ”
            “Dan kamu ngerti sama kesibukkan aku juga masih susah kan? ujun-ujungnya pasti kayak gini, bakal nyalahin satu sama lain”
            “Enggak nyalahin, cuma udah gabisa ngerasain apa-apanya sendirian. Beda loh”
            “Aku gak ngerti sama bahasa 'sok dewasa' kamu dan aplikasi yang kamu lakuin dengan gaya 'kekanak-kanakan kamu' sekarang”
            “Aku juga gangerti sama yang katanya 'perhatian' tapi aplikasinya 'cuek' nya kamu itu, gak cuma skrg malah. Tuh, yg ngajak berantem siapa? ”
Gak baik sih, kalau debat panjang terus cuma mentingin 'siapa yg harus menang & ngalah', kita tuh gimana sih? menurut kamu? ”
            “Kita itu ya aku dan kamu. Memang dua dalam satu sih, perdebatan ini memang proses. Toh, dari awal aku selalu menerima kamu apa adanya”
            “Kalau aku masih banyak ngeluh, bawel, dan rewel. Aku juga butuh diimbangin kan artinya? Aku juga gapernah minta semua waktu kamu untuk aku. Kamu tahu aku gimana, mungkin keadaan udah jauh berbeda dari siapa kita yang dulu waktu kamu gak sesibuk ini. Tapi aku masih butuh kamu”
            “Tentunya, aku juga punya sedikit waktu dari kesibukkanku yang begitu banyak menyita waktu dan perhatianmu teralihkan”
            “Aku juga gak berharap banget kamu bisa bersikap sedewasa mungkin, aku cuma berharap kamu gak terlalu banyak nuntut”
            “Sifat rewel itu yg bikin aku ngerasa semakin bersalah & frustasi, gak tau mana yang mesti diselesaikan. makanya aku cuek”
            “Kamu sibuk bukan berarti aku gak butuh kamu kan? Iya kan? Aku juga rewel, dan minta seseorang ada di sisi aku itu cuma sama kamu”
            “Sekeras kepala apapun kita, kita tetap saling membutuh kan, kamu butuh perhatianku dan aku juga butuh semangat kamu.”
            “Tolong jangan terlalu berorientasi bahwa dengan kau cuek, aku akan baik-baik saja. Aku hanya minta itu”
            “Oke, dengan senang hati, perdebatan malam ini. aku yang sangat bersalah, membiarkanmu begitu saja dari kemarin-kemarin, bisakah kau membuat keadaan kita menjadi baik-baik saja, tanpa mengutamakan sifat 'egois' di antara kita”
            “Ya, aku tahu aku juga belum jadi yang terbaik. Tapi aku tahu aku berusaha menyesuaikan diri”
            “Baguslah kalau begitu, aku juga sedang menyesuaikan diri bagaimana membagi waktu yang tak banyak ini agar sebisa mungkin aku ada saat kau butuh, meskipun jauh”
            “Jangan mengucapkan apa yang membuatkau berfikir ulang bahwa kau tak sungguh-sungguh. Sudah sudah, aku sedang tak ingin bertengkar lagi”

Terkadang, jika wanita sedang merindukan kekasihnya, rasa pengertian yang dia miliki sedikit mengurang bahkan tidak ada, karena yang ia rasakan bukanlah ingin mengerti yang sibuk, melainkan ingin dimengerti. Di sanalah tugas pria, harus sesabar mungkin mengontrol emosi yang dimiliki, kunci dari menahan keegoisan itu bukan melawan, melainkan meredamkan salah satunya. Atau mengalah ‘merasa bersalah’ jauh lebih baik, demi menyalamatkan hubungan.



Terlalu banyak mengeluh itu tak akan membuat hubungan semakin baik-baik saja, namun kita manusia tak jauh dari hal tadi, untuk tidak mengeluh. Kita harus memulai mendewasakan diri agar menjadikan keadaan semakin baik-baik saja, bersyukur, tidak terlalu melihat sana-sini atau iri dengan mereka yang begitu mudah melihat kekasihnya. Bersyukur dengan keadaan yang ada, adalah tembok dari pertengkaran yang ada. 
Before Today
Tidak ada yang berat saat aku mengetahui bahwa kau akan selalu ada dan menjadi tempat bergantungku meskipun aku terbiasa melakukan apapun sendiri melihat dari keadaan bahwa kau jauh dan tak bisa selalu ada di sisiku. Tapi kau membuat dirimu hadir dan nyata sehingga aku tak pernah merasa sulit dan jenuh.

Tidak ada yang kuragukan bahkan saat dunia menyalahkanku dan menyalahkan anggapanku, karena kau selalu ada dan akan selalu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Tidak ada yang kurisaukan meskipun kau jauh karena kepercayaanmu utuh kugenggam dan kau selalu meredamkan cemburu dan gundahku. Karena hanya perkataanmu yang bisa membuatku tenang dan percaya meskipun terkadang dengan emosi dan egois aku mati-matian menyalahkanmu.

Kau tak pernah memelukku saat aku menangis,
Kau tak pernah ada di sisiku mengecupku saat aku merindukanmu,
Kau tak pernah ada di sisiku menjagaku hingga reda saat aku sakit,
Kau tak pernah berjalan di sisiku menggenggam tanganku,
Kau tak pernah ada di saat dunia seakan menjauhiku,
Kau tak pernah menenangkanku saat amarahku menguasaiku,
Kau tak pernah menghangatkanku saat udara dingin menyerangku,
Kau tak pernah menjemputku di saat aku benar-benar butuh,
Tapi kau selalu membuatku merasa dirimu melakukannya, karena kau membuat dirimu hadir, nyata, dan terasa.

Saat aku mengeluh kau akan selalu menguatkanku.
Saat aku memutuskan untuk berdiam, kau selalu membujuk tawa dan senyumku.
Saat aku butuh, kau selalu tak pernah membuatku mencarimu terlalu lama dan berbelit.
Saat aku mulai menangis, kau selalu menghentikan air mata itu mengalir dari mataku.
Saat aku kehilanganmu, ah, kau tak pernah membuatku merasa kehilangan, karena kau selalu menjelaskan apa yang terjadi padamu di sana.

Aku selalu mencintaimu.
Memberi dengan ikhlas dan menanti dengan rela.
Aku setia, dan kau tahu itu.
Aku menanti dan kau tahu itu.
Aku sedih dan kau rasakan hal yang sama.
Aku tak berubah, dan kau tahu benar siapa aku.
Entah bagaimana masa depan merubah keadaan, kau tahu bahwa aku tak pernah ingkar.


















Ah, aku tadi bilang masa depan membawa perubahan ya? Ya, dan kau..........
Aku yang tak peka karena tak merasakan apa yang kutuliskan lagi, atau memang masa depan membawa perubahan padamu?